Search

7 Tips Meliput COVID-19, dari Cek Fakta sampai Wawancara Penyintas Trauma - Suara.com

Suara.com - Virus corona baru (Covid-19) telah menjadi pandemi dengan memakan korban ribuan jiwa.

Wartawan di seluruh dunia dihadapkan dengan banyak tantangan dalam meliputnya. Selain risiko kesehatan, jurnalis juga memerangi informasi yang salah sambil tidak memicu kepanikan.

Miraj Chowdhury dari Global Investigative Journalism Network (GIJN) mengumpulkan saran dari berbagai organisasi jurnalisme, wartawan berpengalaman, dan para ahli untuk memberikan beberapa tips liputan virus corona.

Berikut tujuh tips meliput virus corona versi GIJN!

1. Liputan yang bertanggung jawab

Sejumlah pekerja menggunakan masker melintas di kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (3/3). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Sejumlah pekerja menggunakan masker melintas di kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (3/3). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Penelitian Karin Wahl-Jorgensen, seorang profesor jurnalisme di Universitas Cardiff menemukan bahwa satu dari setiap sembilan artikel tentang Covid-19 menyebutkan "ketakutan" atau kata-kata terkait.

"Tulisan-tulisan ini juga sering menggunakan bahasa menakutkan lainnya; misalnya, 50 artikel menggunakan frasa 'virus pembunuh," kata Karin Wahl-Jorgensen.

Untuk menghindari penyebaran kepanikan sambil terus memberikan cakupan yang mendalam dan seimbang, diperlukan liputan yang bertanggung jawab. Dikutip dari situs gijn.org, Minggu (15/3/2020), berikut ringkasan sarannya:

  1. Mengurangi penggunaan kata sifat subyektif dalam pelaporan; misalnya: penyakit "mematikan".
  2. Gunakan gambar dengan hati-hati untuk menghindari penyebaran pesan yang salah.
  3. Jelaskan tindakan pencegahan; itu bisa membuat tulisan Anda tidak menakutkan.
  4. Ingat bahwa cerita statistik kurang menakutkan daripada yang anekdotal.
  5. Hindari judul clickbait dan menjadi kreatif dalam presentasi.

2. Penyebutan wabah

Wartawan telah menggunakan nama yang berbeda untuk virus ini. Misalnya, coronavirus, virus corona, virus corona baru, dan sebagainya. Alangkah baiknya, disebut dengan nama resminya Covid-19.

Sebelumnya, ada juga yang menyebut wabah ini sebagai endemi. Tapi di saat bersamaan yang lain menyebutnya pandemi.

WHO telah memperbarui statusnya, pada 11 Maret, sekarang mereka menyebut COVID-19 sebagai pandemi.

3. Tetap Aman

The Committee to Protect Journalists (CPJ) mengeluarkan saran terperinci untuk jurnalis yang meliput COVID-19 yang mencakup persiapan pra-penugasan, kiat-kiat untuk menghindari infeksi di daerah yang terkena dampak, perencanaan perjalanan, dan peringatan pasca penugasan. Berikut kiat-kiatnya:

  • Gunakan sarung tangan pelindung jika bekerja di atau mengunjungi lokasi yang terinfeksi, seperti fasilitas perawatan medis. Peralatan pelindung pribadi medis (APD) lainnya seperti bodysuit dan masker wajah penuh mungkin juga diperlukan.
  • Jangan mengunjungi pasar basah (tempat daging atau ikan segar dijual) atau pertanian di daerah yang terkena dampak. Hindari kontak langsung dengan hewan (hidup atau mati) dan lingkungannya. Jangan menyentuh permukaan yang mungkin terkontaminasi oleh kotoran hewan.
  • Jika Anda meliput di fasilitas kesehatan, pasar, atau pertanian, jangan sekali-kali meletakkan peralatan di lantai. Selalu dekontaminasi peralatan dengan tisu antimikroba yang bekerja cepat seperti Meliseptol, diikuti dengan disinfeksi menyeluruh.
  • Jangan pernah makan atau minum sambil menyentuh binatang, atau di dekat pasar atau peternakan.
  • Selalu pastikan cuci tangan dengan air panas dan sabun sebelum, selama, dan setelah meninggalkan area yang terkena.

4. Memilih Ahli

Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto Brigadir Jenderal TNI dr. A. Budi Sulistya (tengah) bersama Menteri Sekretraris Negara (Mensesneg) Pratikno (kiri) dan RSPAD Gatot Soebroto, dr Nyoto Widyo Astoro (kanan) memberikan keterangan kepada media terkait kondisi Menteri Perhubungan BUdi Karya Sumadi di Kantor Kemensesneg, Jakarta, Sabtu (14/3). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]
Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto Brigadir Jenderal TNI dr. A. Budi Sulistya (tengah) bersama Menteri Sekretraris Negara (Mensesneg) Pratikno (kiri) dan RSPAD Gatot Soebroto, dr Nyoto Widyo Astoro (kanan) memberikan keterangan kepada media terkait kondisi Menteri Perhubungan BUdi Karya Sumadi di Kantor Kemensesneg, Jakarta, Sabtu (14/3). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]

Virus ini tidak diketahui dan tidak dapat diprediksi, dan tidak ada cukup peneliti atau dokter yang berspesialisasi pada COVID-19. Profesor epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat TH Chan, Harvard, William Hanage, memberikan pertimbangan dalam memilih para ahli.

  • Pilih ahli dengan hati-hati. Penerima Hadiah Nobel untuk satu subjek ilmiah tidak membuat seseorang menjadi otoritas pada semua topik sains. Juga tidak memiliki gelar PhD atau mengajar di sekolah kedokteran bergengsi.
  • Bedakan apa yang diketahui benar dari apa yang dianggap benar - dan apa spekulasi atau pendapat.
  • Berhati-hatilah saat mengutip temuan dari “pracetak,” atau makalah akademis yang tidak diterbitkan.
  • Minta bantuan akademisi untuk mengukur kebenaran teori dan klaim baru. Untuk mencegah penyebaran informasi yang salah, outlet berita juga harus memeriksa fakta.
  • Baca karya jurnalis yang meliput topik sains dengan baik.

5. Ikuti nasihat jurnalis lain

Lihatlah kiat - kiat ini dari T&J GIJN bersama Thomas Abraham, seorang jurnalis kesehatan veteran, pakar penyakit menular dan keamanan kesehatan global.

Selain itu, baca kisah Caroline Chen. Dia selamat dari wabah SARS di Hong Kong pada usia 13, dan kemudian, sebagai seorang reporter, meliput SARS dan Ebola dari garis depan.

Dalam artikel ini, Chen berfokus pada apa yang harus ditanyakan ketika meliput COVID-19; bagaimana membuat segala sesuatu menjadi akurat ketika berhadapan dengan perkiraan, proyeksi, dan informasi yang berubah dengan cepat; dan bagaimana tetap aman, di atas segalanya.

IJNet telah menyusun daftar kiat untuk menulis COVID-19 dengan saran dari jurnalis yang telah meliput penyakit ini.

  • Pahami mood di lapangan - lalu terjemahkan ke dalam pekerjaan Anda.
  • Fokus pada pelaporan, bukan analisis.
  • Tonton berita utama Anda.
  • Ingat: Tidak semua angka akurat.
  • Berbicaralah dengan sebanyak mungkin orang yang berbeda.
  • Hindari kiasan rasis.
  • Perhatikan cara mewawancarai para ahli.
  • Jangan mengabaikan cerita yang tidak menyenangkan.
  • Tetapkan batasmu. Terkadang lebih baik mengatakan "tidak" kepada editor.
  • Ketika segalanya berakhir, tetaplah dengan cerita.

6. Cek Fakta COVID-19

CEK FAKTA: Benarkah Ada Tes Sederhana Virus Corona Dalam 10 Detik? (turnbackhoax.id)
CEK FAKTA: Benarkah Ada Tes Sederhana Virus Corona Dalam 10 Detik? (turnbackhoax.id)

Untuk menghilangkan prasangka dan pengecekan fakta, periksa klaim yang beredar lewat Jaringan Pengecekan Fakta Internasional yang mencakup 90 pemeriksa fakta dari 39 negara yang bekerja sama untuk memerangi informasi palsu ini.

Pada akhir Februari, aliansi #CoronaVirusFacts / #DatosCoronaVirus telah menerbitkan 558 cek fakta tentang penyakit ini. WHO memiliki halaman “Myth Busters” yang menghilangkan rumor tentang COVID-19.

Jika Anda menemukan tipuan atau informasi yang mencurigakan, hubungi kelompok cek fakta lokal dan regional yang mapan untuk mendapatkan bantuan. Biasanya mereka aktif di media sosial dan selalu mencari petunjuk.

7. Soal Trauma dan Korban

Ketika wabah global seperti ini, para korban mengalami trauma. Mereka mungkin tidak ingin diidentifikasi dan membahas soal infeksi.

Bahkan menyebutkan tempat tinggal dapat menyebarkan kepanikan di komunitas itu, membuat keluarga korban semakin tidak aman.

Artikel dari Centre for Health Journalism juga memuat pelajaran untuk mewawancarai penyintas trauma. Berikut tipsnya:

  • Perlakukan para korban dengan bermartabat. Biarkan korban “mengundang” Anda ke dalam ceritanya.
    Biarkan korban untuk menentukan waktu dan tempat wawancara.
  • Bersikap transparan. Ambil persetujuan berdasarkan informasi tentang bagaimana korban akan diidentifikasi.
  • Tempatkan kemanusiaan sebelum cerita. Prioritaskan kesejahteraan korban terlebih dahulu, cerita nomor dua.
  • Jangan kewalahan dengan pertanyaan yang paling sulit terlebih dahulu. Berempati, dan dengarkan.
  • Berulang kali berurusan dengan korban yang trauma dapat memengaruhi Anda.

Let's block ads! (Why?)



"tips" - Google Berita
March 15, 2020 at 01:33PM
https://ift.tt/3cT6Fqm

7 Tips Meliput COVID-19, dari Cek Fakta sampai Wawancara Penyintas Trauma - Suara.com
"tips" - Google Berita
https://ift.tt/331rOJ7

Bagikan Berita Ini

0 Response to "7 Tips Meliput COVID-19, dari Cek Fakta sampai Wawancara Penyintas Trauma - Suara.com"

Post a Comment


Powered by Blogger.